Sabtu, 08 September 2012

Gadis Hujan Mario #2

** ** ** ** **

  Quotes :
  What lies behind us, and what lies before us are tiny matters compared to what lies within us
  ~Ralph Waldo Emerson~

** ** ** ** **

        Gemericik air langit yang turun menyerbu tanah itu menimbulkan irama hujan yang terdengar sangat indah di telinga Shilla. Bau tanah basah pun menyeruak dan menguap bersama udara. Begitu pun dengan hawa dingin yang ikut ambil bagian, menusuk pori-pori kulit tanpa ampun. Seolah memaksa setiap orang untuk segera berbaring dan bersembunyi dibalik selimut tebal. Tapi hal tersebut sama sekali tidak mengganggu bagi Shilla, bahkan sebaliknya. Hujan pagi ini membuatnya sangat bersemangat untuk menjalani hari pertamanya menjadi siswi SMA di tahun ajaran yang baru. Shilla sangat-sangat bersyukur karena di SMA barunya ini tidak ada pelaksanaan MOPD, yang –menurut Shilla- menyiksa dan tidak penting.

        Dengan langkah panjang dan tergesa-gesa Shilla menuju halaman rumahnya. Dimana honda jazz merah mudanya terparkir. Setelah menekan tombol autolock key mobilnya satu kali, Shilla membuka pintu dan duduk di balik kemudi. Ia menghela napas beberapa kali, alih-alih mencoba menenangkan pikirannya. Selang beberapa menit remaja cantik ini mulai menyalakan mesin mobilnya seraya bergumam pelan tapi sarat akan ketegasan. “Gue pasti bisa !”.

** ** ** ** **

          Cakka melirik Alvin yang baru saja datang dan sudah duduk manis di sebelahnya. “Shilla mana, Vin?”,tanya Cakka. “Biasanya bareng sama lo?”,tambah Cakka setelah melepas headset yang tadi menutupi kedua telinganya. Kini fokus matanya sudah terarah penuh pada sahabat yang ia kenal sejak awal masuk SMP ini.

         “Dia bilang mau berangkat sendiri.”,jawab Alvin. Tenang dan dingin seperti biasa. Sosok tampan berwajah oriental ini jarang sekali mengumbar senyum. Cakka sendiri heran, kenapa dia bisa berlama-lama mempunyai sahabat dekat yang sudah seperti batu es satu ini.

         “Oh, bareng supir?”,Cakka mengangguk-ngangguk kecil. Tau gitu, tadi Shilla gue jemput aja, Cakka berujar dalam hati. Ah, tapi tidak masalah. Setidaknya Cakka tahu kalau Shilla-nya dalam keadaan aman. Baru saja Cakka ingin menyalakan kembali mp3 playernya, ia teringat sesuatu. “Vin, supir elo bukannya lagi pulang kampung ya?”

        “Emang iya. Lagian Shilla bawa mobil sendiri.”,sahut Alvin membuat Cakka terlonjak , bahkan bangkit dengan setengah melompat dari kursinya. “Lo gila Vin? Shilla kan belum lancar nyupir mobil?”,tanya Cakka lagi. Perasaan cemas langsung menyergapnya, menggantikan rasa lega yang baru saja menguap entah kemana. “VIN!”,tegur Cakka kesal karena Alvin tidak menggubrisnya sama sekali.

        Alvin menutup buku Kimia yang baru saja dibukanya beberapa detik lalu. Dengan setengah hati laki-laki berwajah oriental ini mengarahkan fokusnya pada Cakka, “Dari awal juga gue udah larang dia. Tapi dia ngotot mau bawa mobil sendiri.”,Alvin mengangkat kedua bahunya. “Lo tau sendiri Shilla keras kepala banget. Susah dilarang.”,terang Alvin lalu kembali membuka buku Kimianya.

        “Lagian lo khawatir banget sama dia. Jangan-jangan bener kalo—”, Alvin tidak sempat meneruskan kata-katanya karena Cakka dengan cepat menyela atau mungkin... mengelak? “Gue ke depan dulu!”,ujar Cakka cepat dan berlalu. Sikap Cakka tadi tak ayal membuat Alvin tersenyum geli. Si Cakka beneran naksir Shilla ya?

** ** ** ** **

        Shilla tersenyum simpul saat honda jazz yang dikemudikannya melewati pagar besi a.k.a pintu gerbang yang menjulang sangat tinggi dan jangan berpikir sekalipun untuk memanjat pintu gerbang yang satu ini karena bisa dipastikan akan membutuhkan waktu lama. Hal ini tentunya sangat merugikan bagi para siswa atau siswi yang datang terlambat ke sekolah, karena mereka tidak mungkin menyelinap masuk kesekolah dengan memanjat pintu gerbang –seperti murid sekolah lain pada umumnya-. Kecuali kalau otak mereka memang sudah tidak berfungsi dengan baik.

        Setelah memarkirkan mobilnya , Shilla turun dan mulai mencari letak mading. Matanya sempat menangkap sebuah papan yang dipahat sempurna membentuk tulisan SMA GLOBAL MANDIRI. Ya, itulah nama sekolahnya. Global Mandiri merupakan salah satu sekolah swasta terbaik di Jakarta. Selain terkenal karena dihuni para siswa berprestasi , sekolah ini juga memiliki fasilitas lengkap. Seperti ruang multimedia, laboratorium, ruang komputer, Aula, Lapangan in door & out door, ruang mading, ruang OSIS, ruang mading, ruang PMR, UKS, dan masih banyak ruangan lain. Masuk sekolah ini merupakan mimpi –sebagian besar- anak Jakarta, tapi bagi mereka yang tidak berdompet tebal dan berotak ‘wah’ Global Mandiri hanya akan menjadi mimpi.

        “HARUS BERAPA KALI GUE BILANG HA? JAUHIN GUE!”.

        Shilla agak terlonjak mendengar suara baritone mahadahsyat yang berasal dari koridor kelas XII itu. Konsentrasinya untuk mencari dimana letak mading buyar seketika. Ragu-ragu Shilla menghampiri sumber suara yang kini sudah berganti dengan suara isakan tangis perempuan.

        “Ini...”,Shilla menyodorkan sapu tangan merah mudanya kepada gadis yang tengah menyembunyikan tangis dibalik kedua telapak tangannya. Dilihat dari bet yang ia kenakan, Shilla yakin bahwa gadis ini adalah kakak kelasnya. Gadis itupun mendongak dan menatap Shilla bingung,tapi pada akhirnya ia mengambil sapu tangan pemberian Shilla lalu menghapus air matanya dengan benda mungil tersebut. “Elo... siapa?”,tanyanya. Dengan semangat Shilla mengulurkan tangannya, “Ashilla,panggil aja Shilla. Saya baru masuk tahun ini,Kak.”. Gadis yang tadi menangis menyambut uluran tangan Shilla. “Alyssa, kelas XII IPA-3.”

        Shilla membulatkan mulutnya, membentuk kata ‘o’ tanpa suara. “Elo ngga ke kelas? Bentar lagi masuk tau.”,tanya Ify setengah mengingatkan. Shilla mendesah. “Itu dia kak, saya sekarang lagi nyari mading. Soalnya saya belum tau masuk kelas mana.”,jawab Shilla. “Oh, ya udah. Biar gue anterin.”,Ify bangkit dari duduknya dan menggandeng tangan Shilla pergi. Meninggalkan tempat yang –baru saja- menjadi saksi bisu penorehan luka yang dilakukan Mario padanya.

** ** ** ** **

        BRUK ! Rio menjatuhkan tubuhnya ke kursi. Wajahnya sengaja ia benamkan diantara kedua lipatan tangannya. Pikirannya kacau setelah peristiwa dikoridor beberapa menit lalu. Kalau tidak ingat dia sedang berada di kelas, Rio pasti sudah berteriak sekencang-kencangnya.

        “Kenapa lo?”. Suara serak Gabriel menyapa indra pendengaran Rio. Rio tidak menjawab, dia hanya menoleh singkat pada sahabatnya lalu kembali membenamkan wajahnya seperti semula. “Kayaknya lo kacau banget hari ini.”,suara serak itu kembali menyapa indra pendengaran Rio. “Gue pusing!”. Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Rio dan setelahnya Rio bisa mendengar suara tawa Gabriel. Dengan wajah kesal dia kembali menatap Gabriel. Tajam. Cukup untuk menghentikan tawa sahabatnya itu. “Sorry deh.”,ucap Gabriel.

        “Semenjak dia balik lagi ke Indonesia, dia ngga pernah berhenti gangguin gue.”,Rio mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Gabriel malah mengernyit bingung mendengar ucapan Rio tadi. “Dia? Maksud lo Ify? Bukannya elo bilang...”,Gabriel menggantungkan kalimatnya karena Rio kembali membuka mulutnya.

        “Gue emang ngga benci sama dia. Tapi Gue juga ngga mau ketemu dia lagi,Yel. Kejadian dua tahun lalu cukup jadi referensi buat gue.”,Rio kembali menghela napasnya untuk yang kesekian kali. ‘Dia emang ngga pernah serius sama gue.”,tambahnya. Nada pilu yang mendalam begitu tersirat dalam setiap ucapan Rio.

        Gabriel menegakkan tubuhnya lalu menepuk pelan pundak Rio. “Elo bener-bener ngga bisa maafin Ify lagi ya?”,tanya Gabriel yang disambut gelengan lemah dari Rio. “Gue bener-bener kecewa sama dia , Yel. Setelah gue ngorbanin semua mimpi gue BUAT DIA, dia malah ninggalin gue gitu aja.”,ucap Rio lemah dengan sedikit penekanan. “Itu bikin gue sakit... Disini, Yel..”,Rio menunjuk tepat di dadanya.

                                                                      ** ** ** ** **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar