* * * * *
Langit di atas sana masih saja tak
mau berkompromi agar tak selalu muram. Awan-awan kumulus yang semakin
tebal dan menghitam itu mulai bergemuruh liar. Seperti dengkuran orang
dewasa yang sedang tidur. Menggantung, bergerumul, membentuk koloni
besar. Namun, gadis itu masih tetap tersenyum dan berdiri di tempat
yang sama. Seolah tak perduli saat langit yang menghitam mulai
menerjunkan titik-titik air. Titik yang semula tenang dan dalam hitungan
sepersekian menit menjadi kian ganas.
“Dia lagi!”. Rio
menyesap coklat panasnya. Matanya masih asyik memperhatikan gadis aneh
–begitu Rio menyebutnya- yang selalu muncul didepan rumahnya saat hujan
akan turun. Dan akan menghilang seiring redanya hujan. “Apa dia punya
kenangan hebat waktu hujan?”,Rio kembali bergumam. Ah, gadis aneh itu
benar-benar membuatnya penasaran.
Tok tok tok! “Permisi
tuan, bibi boleh masuk?”. Dua suara yang berbeda tapi terdengar
bersamaan itu membuat Rio terperanjat. Tampaknya ia terlalu asyik
memperhatikan si gadis aneh tadi.
“Masuk!”.
“Maaf mengganggu tuan, dilu—”
“Bibi
kenal gadis itu?”,Rio menyela ucapan pembantunya itu seraya menunjuk
ke luar jendela. Tentunya ke arah gadis yang sedang menikmati hujan
diluar sana.
Bi Rasti pun menoleh ke arah yang ditunjuk
tuan mudanya. Ia tersenyum saat mengetahui apa atau siapa yang berdiri
di luar sana. Sepertinya Bi Rasti mengenal gadis itu. “Dia Ashilla tuan.
Rumahnya ada di ujung kompleks ini. Dia memang sangat menyukai
hujan”,jawab Bi Surti. “Memang kenapa tuan?”
Rio
menyembunyikan senyumnya dengan memunggungi Bi Rasti. Entah kenapa, Rio
sedikit senang mendengar informasi yang baru ia dapatkan. “Oh ya, tadi
bibi mau ngomong apa?”,tanya Rio tanpa menjawab pertanyaan terakhir bi
Rasti.
“Oh, itu tuan. Di luar ada nona Alyssa, katanya mau ketemu tuan.”
Alis Rio bertaut, Alyssa? “Ify ada disini, Bi?”
Bi Rasti mengangguk kecil.
* * * * *
“Iya, gue inget banget. Abis itu lo langsung ngumpet di belakang kak Rio, kan?”
“Iyyy—”,Ify
menggantungkan kalimatnya saat melihat tubuh jangkung Rio berdiri di
belakang Cakka. “RIO!”,teriak Ify kegirangan. “Long time no see..”
Cakka
berdehem pelan. “Gue permisi ke luar dulu ya, mau main.”. Begitu Cakka
berjalan melewati Rio, ia mendengar bisikan pelan dari kakaknya itu,
“Mau kemana?”. Cakka menatap kakaknya lalu tersenyum. “Gue mau elo
beresin semuanya,kak.”,sahut Cakka sama pelannya lalu melirik jam
tangan yang melingkar dipergelangannya, “Lagian gue ada janji sama si
sipit.”
Rio menatap punggung Cakka yang semakin menjauh.
Sedikit demi sedikit luka lama itu kembali menyeruak. Terlebih saat Rio
benar-benar harus berhadapan langsung dengan gadis masa lalu nya ini.
Gadis yang dulu pernah menorehkan luka tersendiri di hatinya. Kenapa
gadis ini harus kembali?
“Rioo, kok bengong sih? Lo ngga
kangen sama gue, hah?”,tanya Ify agak kesal. Apalagi saat Rio
benar-benar tidak menggubrisnya dan asyik melamun. “RIOOOO! Gue pulang
nih kalo lo cuekin terus!”,ancam Ify. Tapi nihil, Rio hanya menatapnya
dingin. Ini tidak seperti yang Ify bayangkan sebelumnya. Tak ada
senyuman bersahabat apalagi dekapan hangat seperti yang ia harapkan
dari Rio.
Setelah menunggu cukup lama Rio tampak membuka
mulutnya, hendak mengatakan sesuatu. Ify pun tersenyum. Tapi senyumnya
kembali pudar mendengar kalimat yang Rio lontarkan tanpa intonasi. Hanya
satu kalimat singkat yang terdiri dari tiga kata dan delapan silabel.
Tapi lebih dari cukup untuk membuat hati Ify tak berbentuk lagi. “Elo
ngapain disini?”
* * * * *
Cakka baru
saja memasuki halaman rumah Alvin, sahabat karibnya sejak SMP. BRUKK!
Tiba-tiba ada yang menabrak Cakka dari belakang, menyebabkan laki-laki
tampan itu hilang keseimbangan dan jatuh.
Cakka membuka
mulutnya hendak protes, tapi urung saat melihat sosok cantik yang
berdiri di hadapannya. Gadis itu mengulurkan tangannya. Ya, Cakka
mengenalnya. Dia Shilla, saudara kembar Alvin.
“Aduh , sorry yaa. Gue ngga sengaja. Sorry bangeeett..”,ucapnya setelah membantu Cakka berdiri. “Lo gak kenapa-napa kan?”
Cakka
mengangguk. Matanya sibuk memperhatikan Shilla dari atas ke bawah.
Tubuhnya basah kuyup. “Kamu darimana, Shil?”,tanya Cakka. Terselip nada
khawatir di dalamnya.
Shilla tersenyum. “Abis nikmatin
hujan.”,jawab Shilla lalu memejamkan matanya dan menghirup udara
disekitarnya. Cakka memanfaatkan kesempatan ini untuk memperhatikan
setiap lekuk wajah cantik itu. Beberapa detik kemudian , Shilla kembali
membuka matanya dan menatap Cakka. “Lo kesini... Cari Alvin,Kka?”
Cakka
mengangguk. “Siapa lagi? Masa nyokap lo?”, Cakka terkekeh membuat
Shilla ikut tertawa pelan. “Ya, siapa tau aja lo nyariin gue
gituu...”,Shilla menyahut sambil menunjuk dirinya sendiri diikuti
cengiran khasnya.
Cakka menelan ludahnya. Ucapan Shilla
tepat sasaran. Sebenarnya Cakka rajin datang ke rumah Alvin bukan hanya
sekedar mengunjungi Alvin, tapi juga sebagai alasan agar dapat melihat
Shilla.
“Heh! Kok bengong? Masuk yuk! Dingin nih..”,ajak Shilla. Cakka kembali dari alam bawah sadarnya. Shilla bisa baca pikiran gue ngga ya? Batin Cakka ketar-ketir. Tak lama, Cakka menyusul Shilla yang sudah masuk kerumahnya lebih dulu.
* * * * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar