** ** ** ** **
Quotes :
What lies behind us, and what lies before us are tiny matters compared to what lies within us
~Ralph Waldo Emerson~
** ** ** ** **
Gemericik air langit yang turun menyerbu tanah itu menimbulkan irama
hujan yang terdengar sangat indah di telinga Shilla. Bau tanah basah pun
menyeruak dan menguap bersama udara. Begitu pun dengan hawa dingin yang
ikut ambil bagian, menusuk pori-pori kulit tanpa ampun. Seolah memaksa
setiap orang untuk segera berbaring dan bersembunyi dibalik selimut
tebal. Tapi hal tersebut sama sekali tidak mengganggu bagi Shilla,
bahkan sebaliknya. Hujan pagi ini membuatnya sangat bersemangat untuk
menjalani hari pertamanya menjadi siswi SMA di tahun ajaran yang baru.
Shilla sangat-sangat bersyukur karena di SMA barunya ini tidak ada
pelaksanaan MOPD, yang –menurut Shilla- menyiksa dan tidak penting.
Dengan langkah panjang dan tergesa-gesa Shilla menuju halaman rumahnya.
Dimana honda jazz merah mudanya terparkir. Setelah menekan tombol
autolock key mobilnya satu kali, Shilla membuka pintu dan duduk di balik
kemudi. Ia menghela napas beberapa kali, alih-alih mencoba menenangkan
pikirannya. Selang beberapa menit remaja cantik ini mulai menyalakan
mesin mobilnya seraya bergumam pelan tapi sarat akan ketegasan. “Gue
pasti bisa !”.
** ** ** ** **
Cakka melirik Alvin yang baru saja datang dan sudah duduk manis di
sebelahnya. “Shilla mana, Vin?”,tanya Cakka. “Biasanya bareng sama
lo?”,tambah Cakka setelah melepas headset yang tadi menutupi kedua
telinganya. Kini fokus matanya sudah terarah penuh pada sahabat yang ia
kenal sejak awal masuk SMP ini.
“Dia bilang mau
berangkat sendiri.”,jawab Alvin. Tenang dan dingin seperti biasa. Sosok
tampan berwajah oriental ini jarang sekali mengumbar senyum. Cakka
sendiri heran, kenapa dia bisa berlama-lama mempunyai sahabat dekat yang
sudah seperti batu es satu ini.
“Oh, bareng supir?”,Cakka mengangguk-ngangguk kecil. Tau gitu, tadi Shilla gue jemput aja,
Cakka berujar dalam hati. Ah, tapi tidak masalah. Setidaknya Cakka tahu
kalau Shilla-nya dalam keadaan aman. Baru saja Cakka ingin menyalakan
kembali mp3 playernya, ia teringat sesuatu. “Vin, supir elo bukannya
lagi pulang kampung ya?”
“Emang iya. Lagian Shilla
bawa mobil sendiri.”,sahut Alvin membuat Cakka terlonjak , bahkan
bangkit dengan setengah melompat dari kursinya. “Lo gila Vin? Shilla kan
belum lancar nyupir mobil?”,tanya Cakka lagi. Perasaan cemas langsung
menyergapnya, menggantikan rasa lega yang baru saja menguap entah
kemana. “VIN!”,tegur Cakka kesal karena Alvin tidak menggubrisnya sama
sekali.
Alvin menutup buku Kimia yang baru saja
dibukanya beberapa detik lalu. Dengan setengah hati laki-laki berwajah
oriental ini mengarahkan fokusnya pada Cakka, “Dari awal juga gue udah
larang dia. Tapi dia ngotot mau bawa mobil sendiri.”,Alvin mengangkat
kedua bahunya. “Lo tau sendiri Shilla keras kepala banget. Susah
dilarang.”,terang Alvin lalu kembali membuka buku Kimianya.
“Lagian lo khawatir banget sama dia. Jangan-jangan bener kalo—”, Alvin
tidak sempat meneruskan kata-katanya karena Cakka dengan cepat menyela
atau mungkin... mengelak? “Gue ke depan dulu!”,ujar Cakka cepat dan
berlalu. Sikap Cakka tadi tak ayal membuat Alvin tersenyum geli. Si Cakka beneran naksir Shilla ya?
** ** ** ** **
Shilla tersenyum simpul saat honda jazz yang dikemudikannya melewati
pagar besi a.k.a pintu gerbang yang menjulang sangat tinggi dan jangan
berpikir sekalipun untuk memanjat pintu gerbang yang satu ini karena
bisa dipastikan akan membutuhkan waktu lama. Hal ini tentunya sangat
merugikan bagi para siswa atau siswi yang datang terlambat ke sekolah,
karena mereka tidak mungkin menyelinap masuk kesekolah dengan memanjat
pintu gerbang –seperti murid sekolah lain pada umumnya-. Kecuali kalau
otak mereka memang sudah tidak berfungsi dengan baik.
Setelah memarkirkan mobilnya , Shilla turun dan mulai mencari letak
mading. Matanya sempat menangkap sebuah papan yang dipahat sempurna
membentuk tulisan SMA GLOBAL MANDIRI. Ya, itulah nama sekolahnya. Global
Mandiri merupakan salah satu sekolah swasta terbaik di Jakarta. Selain
terkenal karena dihuni para siswa berprestasi , sekolah ini juga
memiliki fasilitas lengkap. Seperti ruang multimedia, laboratorium,
ruang komputer, Aula, Lapangan in door & out door, ruang mading,
ruang OSIS, ruang mading, ruang PMR, UKS, dan masih banyak ruangan lain.
Masuk sekolah ini merupakan mimpi –sebagian besar- anak Jakarta, tapi
bagi mereka yang tidak berdompet tebal dan berotak ‘wah’ Global Mandiri
hanya akan menjadi mimpi.
“HARUS BERAPA KALI GUE BILANG HA? JAUHIN GUE!”.
Shilla agak terlonjak mendengar suara baritone mahadahsyat yang berasal
dari koridor kelas XII itu. Konsentrasinya untuk mencari dimana letak
mading buyar seketika. Ragu-ragu Shilla menghampiri sumber suara yang
kini sudah berganti dengan suara isakan tangis perempuan.
“Ini...”,Shilla menyodorkan sapu tangan merah mudanya kepada gadis yang
tengah menyembunyikan tangis dibalik kedua telapak tangannya. Dilihat
dari bet yang ia kenakan, Shilla yakin bahwa gadis ini adalah kakak
kelasnya. Gadis itupun mendongak dan menatap Shilla bingung,tapi pada
akhirnya ia mengambil sapu tangan pemberian Shilla lalu menghapus air
matanya dengan benda mungil tersebut. “Elo... siapa?”,tanyanya. Dengan
semangat Shilla mengulurkan tangannya, “Ashilla,panggil aja Shilla. Saya
baru masuk tahun ini,Kak.”. Gadis yang tadi menangis menyambut uluran
tangan Shilla. “Alyssa, kelas XII IPA-3.”
Shilla
membulatkan mulutnya, membentuk kata ‘o’ tanpa suara. “Elo ngga ke
kelas? Bentar lagi masuk tau.”,tanya Ify setengah mengingatkan. Shilla
mendesah. “Itu dia kak, saya sekarang lagi nyari mading. Soalnya saya
belum tau masuk kelas mana.”,jawab Shilla. “Oh, ya udah. Biar gue
anterin.”,Ify bangkit dari duduknya dan menggandeng tangan Shilla pergi.
Meninggalkan tempat yang –baru saja- menjadi saksi bisu penorehan luka
yang dilakukan Mario padanya.
** ** ** ** **
BRUK
! Rio menjatuhkan tubuhnya ke kursi. Wajahnya sengaja ia benamkan
diantara kedua lipatan tangannya. Pikirannya kacau setelah peristiwa
dikoridor beberapa menit lalu. Kalau tidak ingat dia sedang berada di
kelas, Rio pasti sudah berteriak sekencang-kencangnya.
“Kenapa lo?”. Suara serak Gabriel menyapa indra pendengaran Rio. Rio
tidak menjawab, dia hanya menoleh singkat pada sahabatnya lalu kembali
membenamkan wajahnya seperti semula. “Kayaknya lo kacau banget hari
ini.”,suara serak itu kembali menyapa indra pendengaran Rio. “Gue
pusing!”. Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Rio dan setelahnya
Rio bisa mendengar suara tawa Gabriel. Dengan wajah kesal dia kembali
menatap Gabriel. Tajam. Cukup untuk menghentikan tawa sahabatnya itu.
“Sorry deh.”,ucap Gabriel.
“Semenjak dia balik
lagi ke Indonesia, dia ngga pernah berhenti gangguin gue.”,Rio
mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Gabriel malah mengernyit bingung
mendengar ucapan Rio tadi. “Dia? Maksud lo Ify? Bukannya elo
bilang...”,Gabriel menggantungkan kalimatnya karena Rio kembali membuka
mulutnya.
“Gue emang ngga benci sama dia. Tapi Gue
juga ngga mau ketemu dia lagi,Yel. Kejadian dua tahun lalu cukup jadi
referensi buat gue.”,Rio kembali menghela napasnya untuk yang kesekian
kali. ‘Dia emang ngga pernah serius sama gue.”,tambahnya. Nada pilu yang
mendalam begitu tersirat dalam setiap ucapan Rio.
Gabriel menegakkan tubuhnya lalu menepuk pelan pundak Rio. “Elo
bener-bener ngga bisa maafin Ify lagi ya?”,tanya Gabriel yang disambut
gelengan lemah dari Rio. “Gue bener-bener kecewa sama dia , Yel. Setelah
gue ngorbanin semua mimpi gue BUAT DIA, dia malah ninggalin gue gitu
aja.”,ucap Rio lemah dengan sedikit penekanan. “Itu bikin gue sakit...
Disini, Yel..”,Rio menunjuk tepat di dadanya.
** ** ** ** **